Indonesia memang memiliki lahan tebu dan pabrik gula. Meski sudah mengenal pengolahan secara tradisional pada era sebelum VOC, perkebunan dan pabrik gula di RI mulai ada sejak masa Hindia Belanda.
Lalu berkembang seiring dengan masuknya swasta, satu per satu pabrik gula berdiri dan berkembang di Indonesia. Yang kemudian mengalami pasang surut kejayaan.
Namun, meski sudah ada sejak zaman sebelum NKRI merdeka, ternyata Indonesia sampai saat ini masih harus mengimpor gula.
Tahun 2023 yang lalu, Indonesia bahkan harus mengimpor gula lebih dari Rp40 triliun. Baik untuk gula konsumsi maupun gula industri yang diimpor dalam bentuk gula kristal mentah (GKM/ rawa sugar).
Apa pemicunya?
Mengutip publikasi Kementerian Pertanian (Kementan), “Outlook Tebu 2023”, produksi gula kristal putih (GKP) nasional tahun 2022 tercatat mencapai 2,41 juta ton. Angka ini adalah angka sementara.
Produksi tahun 2022 itu diproyeksikan naik 13,52,341% dibandingkan tahun sebelumnya. Yang dihasilkan dari 513,08 ribu hektare (ha) luas panen perkebunan tebu, tersebar di Provinsi Sumatra Utara, Gorontalo, Lampung, Sumatra Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Disebutkan, produksi GKP Indonesia terutama berasal dari produksi tebu rakyat hingga lebih dari 50%. Sementara sisanya merupakan produksi tebu milik BUMN dan perusahaan swasta.
Tercatat, konsumsi gula di Indonesia secara langsung oleh rumah tangga selama 10 tahun terakhir cenderung turun hingga mencapai 5,86 kg/ kapita/ tahun.
Lalu pada periode tahun 2022, Kementan mencatat ada kenaikan menjadi 6,32 kg/kapita/tahun.
“Kebutuhan domestik gula Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun disebabkan meningkatnya jumlah penduduk serta berkembangnya industri makanan dan minuman,” demikian tertulis dalam publikasi tersebut, dikutip Rabu (30/10/2024).
“Pemenuhan kebutuhan domestik gula nasional ditutupi dari impor disebabkan tidak mencukupinya produksi dalam negeri. Realisasi impor gula tahun 2022 mencapai 6,00 juta ton atau naik 10,13% dibandingkan tahun sebelumnya.”
Hal senada ditulis BPS dalam publikasi “Statistik Tebu Indonesia 2022”.
“Kekurangan pasokan gula dalam negeri mengharuskan Indonesia melakukan impor gula dari berbagai negara. Pada tahun 2022 tercatat sebanyak 17 negara yang menjadi pemasok gula Indonesia. Empat negara terbesar yang menjadi pemasok gula Indonesia berturut-turut yaitu Thailand, India, Brasil, dan Australia,” tulis BPS.
Masih mengutip publikasi “Outlook Tebu 2023” Kementan, produksi gula nasional sepanjang 5 tahun mengalami kenaikan 2,73% per tahun hingga mencapai 2,41 juta ton di tahun 2022 (angka sementara).
Namun, hasil prognosa pemerintah, kebutuhan gula konsumsi tahun 2022 mencapai 3,13 juta ton. Sehingga harus dipenuhi dengan mengimpor raw sugar maupun gula kristal putih (GKP/ gula konsumsi).
Pemerintah sendiri telah mencanangkan upaya swasembada gula sejak tahun 2020. Termasuk dengan mengundang investor asing untuk membangun perkebunan dan pabrik gula di Indonesia. Ditambah, rencana program intensifikasi lahan termasuk bongkar ratoon, dan revitalisasi pabrik-pabrik gula yang sudah beroperasi sejak lama, bahkan sejak zaman Belanda.
Terbaru, pada kisaran awal tahun 2023, Presiden RI kala itu, Joko Widodo, menargetkan swasembada gula tahun 2028 dan peningkatan produksi bioetanol tahun 2030. Dengan menerbitkan Perpres Nomor 40 tahun 2023. Perpres itu terbit pada 16 Juni 2023.
Namun, mengutip data BPS, sepanjang tahun 2023, Indonesia mengimpor 5,069 juta ton gula, senilai US$2,88 miliar. Atau setara Rp44,33 triliun (menggunakan kurs 29 Desember 2023 = Rp15.395).
Dan tahun 2024 ini, sepanjang Januari-September, BPS mencatat Indonesia mengimpor gula mencapai 3,66 juta ton, senilai US$2,15 miliar atau setara Rp33,61 triliun. Ini adalah total gula konsumsi dan gula industri.
Sementara itu, mengutip paparan Plt Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, Senin (21/10/2024), yang ditayangkan kanal Youtube Kemendagri, kebutuhan gula nasional mencapai 2,933 juta ton per tahun atau 244.449 ton per bulan.
Paparan itu menunjukkan Proyeksi Neraca Pangan Nasional Tahun 2024, update 25 September 2024. Tertulis, tahun 2024 ini diperkirakan ada ketersediaan gula sebanyak 4,12 juta ton secara nasional.
Angka itu diperoleh dari taksasi produksi nasional sebanyak 2,41 juta ton. Lalu ada impor yang terealisasi sepanjang Januari-Agustus 2024 sebanyak 453.628 ton, dan rencana impor periode September-Desember 2024 sebanyak 309.369 ton. Serta, tidak ada realisasi atau rencana ekspor.
Sebagai catatan, data tersebut tidak termasuk impor GKM untuk industri gula rafinasi atau gula industri.
Impor Gula Tersandung Korupsi
Dan kini, importasi gula pun tersandung kasus korupsi.
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI resmi menetapkan dua tersangka kasus tindak pidana korupsi impor gula periode tahun 2015-2016. Dua tersangka itu yakni Thomas Trikasih Lembong (TTL) sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) pada saat itu dan CS sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Perihal kasus tersebut, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar menjelaskan kronologinya: Bahwa berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian tepatnya yang dilaksanakan 15 Mei 2014 telah disimpulkan, Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu melakukan impor.
Akan tetapi pada tahun yang sama yaitu tahun 2015 tersebut Mendag yaitu Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton, yang kemudian Gula Kristal Mentah (GKM) diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP).