
Dua pejabat dari negara Arab dan satu pekerja yang terlibat dalam perundingan gencatan senjata Gaza, buka suara terkait update pembicaraan tersebut. Mereka mengatakan bahwa proposal baru Amerika Serikat (AS) saat ini, “terlalu jauh” mengakomodasi posisi Israel.
Ini terutama terkait keinginan pemerintah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu soal keberadaan militer Israel secara berkelanjutan di Rafah dan koridor Netzarim, bentangan sepanjang 7 kilometer (km) yang dibangun Israel memisahkan Gaza utara dan selatan. Akibatnya perundingan kini menemui jalan buntu.
Fakta itu pun diyakini akan berimplikasi pada puncak pertemuan, yang rencananya akan berlangsung di Kairo, Mesir, minggu ini. Pertemuan dianggap tak akan ada gunanya.
“Kecuali AS menekan Netanyahu untuk menarik kembali tuntutan barunya dan mengubah proposal penghubungnya sebagaimana mestinya,” tegas mereka sebagaimana dimuat Times of Israel yang dikutip Aljazeera, Kamis (22/8/2024).
Dikatakan pula bagaimana seorang pejabat Arab kedua menyatakan kebingungannya atas desakan publik Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Diketahui Blinken telah berulang kali berbicara ke wartawan bahwa Netanyahu telah mendukung proposal AS.
Padahal sesuai Blinken menegaskan itu, muncul pemberitaan dari media Israel di mana Netanyahu bersikeras agar Israel juga mempertahankan kendali atas Koridor Philadelphia. Ini merujuk perbatasan antara Gaza dan Mesir yang direbut pasukan Israel dari Hamas, yang mengandalkan terowongan rahasia untuk membawa senjata.
“Hal ini secara tidak akurat membingkai Hamas sebagai satu-satunya pihak yang menghalangi,” tambah mereka menunjuk kelakuan Blinken.
Perlu diketahui pembicaraan gencatan senjata ini adalah yang terbaru dan berbeda dari pembicaraan gencatan senjata Juli. Pada Juli gencatan senjata yang digagas langsung Presiden AS Joe Biden juga batal, meski Hamas setuju karena penolakan dari Israel.
Kali ini proposal gencatan senjata juga masih diinisiasi AS. Negara Arab yang terlibat antara lain Mesir dan Qatar.