Penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 akan menjadi yang pertama di bawah pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka, yang akan dimulai 20 Oktober 2024 nanti. Serikat buruh pun mengharapkan agar dalam proses pembahasan dan penetapan upah di masa pemerintahan baru nanti tidak menuai konflik antar kalangan pengusaha dan buruh, seperti halnya yang terjadi hampir di setiap momen penentuan UMP.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban berharap, pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Terpilih Prabowo Subianto bisa mengatasi konflik pengusaha dan buruh dalam penentuan UMP, serta mengatasi persoalan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih terus berlanjut.
Elly berharap, dalam skema penentuan UMP tahun 2025 pemerintah kembali menggunakan aturan penetapan upah di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Supaya dalam proses penentuan upah tidak lagi diwarnai oleh aksi-aksi protes, baik dari kalangan buruh maupun pengusaha.
“Semoga saja, dengan adanya pergantian pemimpin negara, kementerian, konflik pengusaha (dengan buruh), PHK juga sedikitnya pasti membawa pengaruh. Kita berharap presiden baru akan melihat ini sebagai PR yang tidak harus terjadi setiap akhir tahun, dengan cara menjalankan struktur upah dan skala upah. Sehingga penentuan kenaikan upah bukan karena dihasilkan atau selalu diwarnai melalui aksi, tetapi sesuai PP Nomor 78 tahun 2015,” kata Elly kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/9/2024).
Kendati demikian, Elly mengaku masih belum menetapkan angka usulan untuk kenaikan upah tahun depan. Katanya, saat ini pihak KSBSI masih menggodok berapa angka yang nyata dan masuk akal untuk diperjuangkan serikat buruh, dengan mempertimbangkan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Saat ini kami masih menggodok berapa angka yang real dan masuk akal untuk memperjuangkan kenaikan upah. Kami juga harus menunggu hasil dari rilis BPS tentang pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Tapi kami belum menentukan berapa. Namun, tahun lalu saya bicara (minta UMP naik) di angka 5-7%, tapi yang terjadi adalah di angka 2-5% kenaikan upahnya. Tahun ini apakah lebih baik?” ujarnya.
Di sisi lain, Elly mengaku khawatir dengan fenomena maraknya PHK di sektor garmen yang sudah mencapai angka 50 ribu pekerja terkena dampak, dan sebagiannya masih belum mendapatkan pesangon. Namun fenomena itu, katanya, tidak akan menyurutkan perjuangan serikat buruh untuk meminta kenaikan upah. Ia akan memastikan usulan yang pihaknya tetapkan berdasar, dan bukan merupakan angka yang hanya asal sebut.
“Saya khawatir juga tentang maraknya PHK, terutama di sektor garmen yang sudah mencapai angka hampir 50 ribu, dan sebagian belum mendapatkan pesangon. Kita tidak menyurutkan perjuangan untuk menaikkan upah dengan masalah itu. Tetapi angka yang kita minta harus berdasar dan jangan hanya menyebut saja,” ucap dia.
Menurutnya, persoalan PHK harus disikapi dengan transparan, supaya tidak ada kesalahpahaman dan tidak mengganggu stabilitas ekonomi dengan berkurangnya daya beli buruh. “Kan jelas dalam neraca keuangan perusahaan yang sudah TBK itu, apakah mereka merugi atau untung,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Elly menyatakan mendukung pernyataan Presiden Partai Buruh Said Iqbal yang meminta agar kenaikan UMP tahun 2025 di angka 8-10%.
“Kita dukung bung Iqbal yang menyatakan (angka kenaikan UMP tahun 2025) 8-10%. Itu juga bagus,” ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal meminta kenaikan UMP Tahun 2025 naik sebesar 8-10%. Hal ini disebabkan kenaikan upah sebelumnya tidak sesuai dengan laju inflasi.
“Kita berharap presiden Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto mempertimbangkan sungguh-sungguh, karena sudah 3 tahun berturut-turut. Dalam waktu 5 tahun buruh tidak pernah naik upah, 2 tahun terakhir naik upah di bawah inflasi,” katanya di HUT Ke – 3 Partai Buruh, di Istora Senayan, Rabu (18/9/2024).
“Siapa bilang buruh naik upah, Nombok!, inflasi 2,8% harga barang naik 2,8%, naik gaji 1,58%. Berarti buruh nombok bukan naik gaji. Nombok 1,3%,” katanya.
Sehingga ia berharap pada pemerintahan baru untuk memberikan upah layak di tahun 2025. Selain itu ia juga meminta penghapusan pegawai outsourcing dan reforma agraria untuk kedaulatan pangan.
Pada kesempatan itu Said juga menjelaskan perhitungan kenaikan upah sebesar 8 – 10% itu berasal dari pertumbuhan ekonomi 5,2% dan inflasi 2,5%.
“Berarti total 7,7% atau pembulatan kita minta naik 8% hingga 10%,” kata Said.